Follow Us @tiyov

Wednesday, December 7, 2011

kenangan Bandungku

Cinta datang dan pergi silih berganti, datangnya tiba tiba tetapi ketika pergi, sangat sulit dilupakan, dan sangat berperan dalam Emosi Jiwa. Trauma karena cinta? Kadang dialami oleh seseorang tapi semua itu nggak ada dikamus gue! yang ada malah Cinta trauma mendekati gue, dan sampai saat ini gue tetep baik baik aja menjalani hidup gue meski cinta musuhin gue, dan itu bukan penghalang bagi gue untuk terus menjalani hidup gue dan segalanya. Sejatinya  Cinta itu Indah ketika  bersama, dan akan terasa sangat sakit jika harus berpisah, itulah cinta, kalo lo nggak mau merasakan sakitnya cinta, ya lo harus bisa menjaga cinta dengan sebaik-baiknya. Cinta adalah sebuah rasa yang sangat Irasional dan tidak bisa dijelaskan dengan kata kata, yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa (melebay… dan berharap kutang berguguran). Tapi karena Cinta itu mempunyai makna yang berbeda bagi setiap orang yang mengalaminya, So, lo harus  Jatuh Cinta untuk tau rasanya cinta dan dengan begitu lo akan ngerti bagaimanakah rasanya Cinta.
Nggak terasa sekarang gue udah kelas 2 SMA dan masa-masa inilah masa-masa tersulit gue dalam kehidupan cinta gue, walau gue naik kelas dengan memuaskan, tetapi dalam masalah cinta gue kalah juga dengan sangat meyakinkan. Memang bener sih kata orang bijak kelurahan sebelah, kalo lo nggak bisa behasil dalam segala hal, minimal lo harus berhasil dalam 1 hal. (termenung masih berharap kutang berguguran)

Buat yang udah baca cerita gue tentang My First Love, kalian bakal tau siapa Debi, dan bagaimana kisah awal gue mengenal cinta, dan mendapatkan cinta. Tapi kalo kalian belom baca, mendingan bunuh diri aja sana, kemana aja lo selama ini? kenapa baru sekarang baca cerita gue? kenapa sempak itu segitiga? Dan kenapa kutang belum juga berguguran? Hah!! Kenapa lo melototin gue?
But don’t worry! Dan nggak usah berkecil hati apalagi sampe disesalkan, gue kasih pencerahan deh, coba lo kembali ke “Home” Blog gue dan ‘Klik’ artikel yang berjudul “My First Love”, dan bacalah, karena itulah awal dari kisah cinta gue.(tapi siapa yang peduli?)

Awal mulanya hubungan LDR gue berjalan seperti biasanya, lancar, adil, beradab, dan makmur sentosa, tak ada pertengkaran berarti dalam kisah gue, walau jarak antara Jakarta – Bandung itu cukup jauh, tapi hati dan kepercayaan kami begitu dekat. Tetapi sesempurnanya sebuah Long Distance Relationship tetap aja dipenuhi dengan kekhawatiran tingkat ekonomi makro perfektif dan gue jadi inget sebuah pepatah dari kampung sebelah “jika Kegagalan adalah awal dari Keberhasilan, maka LDR adalah awal dari Kejombloan” (kemudian sekampung galau, tetapi kutang belum juga berguguran, dan kemudian hening)

Sebulan 2x Debi mengunjungi gue diJakarta, sampai akhirnya porsi Debi keJakarta berkurang, terus berkurang, hingga sampai tidak sama sekali. Nah disini letak awal kegalauan. “Apa yang terjadi? Kenapa begini? Dan Siapa wanita cantik yang sedang membaca cerita ini?” berjuta pertanyaan yang tak tersebut menerkam otak gue dengan sangat luar biasa, tetapi apalah daya, membaca saja aku sulit dan sepertinya mereka malu main dengan ku (Lhoo!)

“Hahahahaha, Lucu cerita lo Tem” Onik berbacot dengan sekonyong konyongnya.
“Nyet, lucu darimana? Ini cerita sedih!”
“luculah, lo digantung kayak jemuran gitu Tem, wkwkwkwkawk”
“anjrit lo Nik, mendingan brantem aja yuk!?!?”

Lupakan anak setan yang 1 itu, dan kembali kita kepada penggalauan. Dan seperti yang gue bilang, awalnya semua berjalan lancar sampai akhirnya Debi nggak mengunjungi gue sama sekali, disini gue bertanya tanya dalam hati, "Apakah gerangan semua ini? Apa yang sebenarnya yang terjadi?" Dan awalnya gue nggak berfikir kalo cinta gue bakalan karam ditengah lautan hati, yang ada dipikiran gue adalah pasti sedang terjadi sesuatu dengan Debi, karena bukan saja udah 2 bulan ini dia nggak menampakan batang hidungnya, tetapi komunikasi kami juga terputus, nggak ada lagi kabar, telpon, surat, email, faximili, wesel ataupun sms dari dia, dan nomor telponnya pun udah nggak aktif lagi. Damn, disini gue bener bener gelisah, sang pujaan hati telah menghilang tanpa jejak, tanpa bau dan tanpa ninggalin gue makanan sediktpun, “ Apa dia telah diculik? Apa dia telah jadi TKW kenegeri seberang sana? Atau dia telah wafat?” semua pertanyaan gue mengandung unsur kegalauan yang sangat mendalam, sampai akhirnya Onik yang melihat kegalauan tingkat dewa gue, memberikan saran “kenapa lo nggak nyusul dia aja ke Bandung?”
Mendengar perkataan Onik, gue langsung terdiam dan berpikir, bener juga apa yang diomongin Onik, bisa jadi Debi lagi ngetes gue, selama ini kan dia yang selalu keJakarta, dan mungkin dia berharap sekali kali gue yang pergi kesana.
“bener juga apa kata lo Nik, tapi kok gue? Kita kali Nik!”
“loh! Kok kita? Lo aja sana yang nyusul dia!”
“wah, ya jelas kita dong! Kalo lo nggak ikut, siapa nanti yang bayarin tiket gue ke Bandung? Siapa yang bayarin makan gue disana? Siapa yang bayarin penginapan gue disana? Siapa yang bayarin biaya kehidupan gue disana?”
“COT… berantem aja yuk Tem!?!?”

Akhirnya dengan sejuta rayuan pulau kelapa, gue pun berhasil menggetarkan hati Onik untuk nemenin gue kesana, dengan rasa iba dia pun setuju, disinilah letak persahabatan gue dan Onik sedang diuji, dan ternyata dia memang Best Brother gue banget deh. (berpelukan sambil menangis terharu)

Okeh, let’s begin my advanture of the years. Dan Bandung adalah kota tujuan gue untuk berpetualang. Oh ya, disini juga letak awalnya hobby traveling gue didapatkan, dari sini gue tau kalo traveling itu memang mengasyikan, dan  dari sini juga gue tau kalo Negara Tercinta Indonesia ini, menyimpan sejuta Pesona, dan indahnya Aneka Ragam Budaya yang terbentang disepanjang jambul khatulistiwa. So, nggak ada alasan buat gue untuk membenci Negara Gue, walau jujur gue benci banget sama para wakil Rakyatnya.
Intinya, berangkatlah gue kesana, antara liburan dan mencari penggalauan, gue memantapkan langkah gue menuju kota Bandung atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Kota Kembang” atau juga “Paris Van Java”. Entah bagaimana bisa dijuluki nama itu yang jelas gue nggak peduli selama itu nggak ngabisin jatah makan gue, atau menggerogoti isi kantong gue.
Singkatnya sampailah gue sama Onik disana, dengan gaya macam turis luar negeri, gue pura pura bingung (padahal emang bingung) dan satu satunya cara menepis kebingungan gue adalah dengan bertanya letak alamat tempat tinggal Debi, karena bukan hanya baru pertama kali gue berada diBandung tetapi dengan bekal uang jajan mingguan gue yang sangat minim ini, gue dan Onik berharap nggak nyasar disana demi menghemat biaya kehidupan gue.
Dan akhirnya sang Tukang Becak yang mangkal didepan Stasiun Bandung, memberikan pencerahan ke gue dimana letak daerah tersebut, dan ternyata alamatnya nggak jauh dari sebuah Mall yang cukup terkenal diBandung yaitu BIP. Tau nggak lo BIP? Nggak tau ya? Ndesoooo!!! BIP itu sebuah akronim dari Botem Indah Plaza, eh Bandung Indah Plaza. Dan Plaza itu cukup terkenal disana, begitu sih kata situkang becak itu, dan akhirnya berbekal petunjuk itu, gue meluncur kesana, dan demi prinsip gue bahwa “Hemat Pangkal Kaya” akhirnya gue rela jalan kaki kesana, lagi pula nggak cukup jauh juga kok, tapi kalo ditanya pegel apa nggak ya jelas aja pegel. Tapi nggak peduli apapun semua harus berjalan sesuai tujuan awal, mencari tau apa yang terjadi dengan Debi? Kemana dirinya selama ini? Dan apakah yang terjadi?(dan galaupun bercucuran)
Sepanjang jalan menuju BIP, gue sama Onik terlibat perbincangan hebat, dan itu adalah tentang segala kemungkinan yang akan gue hadapi, gue diajarin sama dia untuk tetap tenang, walau apapun yang terjadi nanti, gue dituntut Onik untuk lebih bisa menyikapinya secara dewasa, nggak perlu berprilaku macam Ababil yang kena Syndrome Alay. So, dia ngajarin gue banyak hal tentang segalanya yang berhubungan dengan tata cara membuat diri agar bisa tenang, dari menarik nafas secara perlahan, sampe cara menghembuskannya secara perlahan juga. (nggak penting banget)

Bandung Indah Plaza, akhirnya gue menginjakan kaki disana, ternyata Mall-nya nggak terlalu besar, lumayan rame juga sih, tapi memang nggak terlalu wah! Dan mungkin salah satu alasan BIP itu indah adalah para pengunjung yang sebagian besar adalah mojang mojang Bandung, dan mungkin itulah letak menariknya BIP, yaitu Neng Geulis yang terlihat mondar mandir disepanjang lorong Mall tersebut,.
Mata Onik tak berkedip sedikitpun ketika seorang gadis cantik berjalan didepan kami, matanya hampir keluar, terbelalak dengan kemirimgan 45 derajat, dan wajah Onik terlihat terkagum kagum, air liurnya menetes dengan deras membasahi lantai, dengan ekspresi super idiotnya dia menatap bagaikan seekor copet yang melihat calon korbannya. Tajam dan menikam tepat dipelupuk isi dompetnya, dan…

“NYET! Kenapa malah nyeritain gue? Bosen makan lo ya?”

Oh iya, gue lupa, sekarangkan bukan waktunya jelek jelekin orang yang udah jelek, kesian juga dia, kalo dia marah siapa yang bayarin makan gue selama dibandung ya?

Singkatnya, walau gue masih terpesona oleh gadis gadis Bandung, tetapi tetep tujuan gue lah yang paling utama. BIP telah ditemukan, dan sekarang waktunya gue mencari alamat Debi. Dan karena hari semakin siang, akhirnya penelusuran jejak misteri tentang keberadaan Debi gue lanjutkan setelah makan siang, tanpa pikir panjang, gue dan Onik langsung menuju tempat makan, dan pilihan cacing diperut kami membawa kami mampir disebuah rumah makan junkfood, sebenernya gue nggak suka makanan ini, akan tetapi Oniklah yang memilih tempat ini, jadi gue yang emang kebetulan mengharapkan isi kantong Onik berhamburan, nurut aja kemanapun Onik membawa gue makan. (dan semua cacing diperutpun tertawa riang)

Makanlah kami dengan sangat lahapnya, nggak ada seseorang pun yang berani mendekati kami ketika sedang asyik melahap makanan, kami makan seperti orang kesetanan, sampai akhirnya orang yang duduk disebelah kami menegor kami dengan logat khas sundanya.
“pelan pelan atuh A” seorang gadis berbicara kepada kami sambil agak sedikit tertawa, kami yang mendengar itu langsung berhenti mengunyah, kemudian menatap gadis itu, dan setelah itu gue dan Onik saling bertatapan. (dan hanya tali kutang yang berguguran)
“eh, maklum neng, laper” Onik langsung menjawab dengan tampang sedikit malu malu dengan banyak malu maluinnya.
“emang mau perang ya A? makan pelan pelan atau cepet sama aja kok A kenyangnya” gadis itu kembali berceloteh sambil tersenyum ngeledek.
 Seketika itu juga kunyahan gue dan Onik mengalami penurunan kecepatan, tadinya ngebut kayak F1 sekarang kecepatannya sejajar sama bajaj, kata katanya JLEB banget, bikin kami kehilangan momentum dalam menikmati setiap gigitan makanan yang kami nikmati.  

Tapi berkat kejadian itu, gue dan Onik berhasil kenalan dengan cewe Bandung untuk pertama kali, dan itu ibaratkan seorang penjudi togel yang dapet nomor, seneng banget, walau awalnya sangat memalukan, tapi berkat kejadian itu gue jadi yakin kalo apa kata tukang becak tadi memang benar adanya, bahwa orang orang Bandung memang ramah ramah, apalagi wanitanya, selain cantik juga baik.
Singkatnya kamipun berkenalan, dan tanpa sadar kamipun terlibat perbincangan hebat, Dian nama Gadis itu, dan yang 1 lagi adalah Vina, ya kami berkenalan dengan 2 gadis itu, mereka terlihat begitu menggemaskan, dengan logat sundanya yang khas, mereka jadi tambah menggemaskan, ingin rasanya melupakan tujuan sebenarnya kami dikota ini, dan berharap menjalin hubungan khusus dengan mereka (Lhooo!!!)

Akhirnya setelah ngobrol panjang lebar, luas alas kali tinggi dan jari jari, gue dapet pencerahan dari 2 gadis itu tentang alamat Debi, walau gue dan Onik sedikit berbohong dengan bilang mencari alamat Family tapi rupanya mereka memang nggak peduli tentang itu, tanpa keraguan dan curiga mereka memberitahukan alamat tersebut dan dengan jujur ikhlas menolong, mereka bilang “kalo mau bisa  kok neng antarin” WOW!!.. disini gue ngerasa jadi orang yang beruntung, ada aja orang baik yang mau menolong, dan gue jadi teringat perkataan guru bahasa Indonesia gue, kalo orang baik, pasti akan dibaikin orang, intinya, apa yang kamu tanam maka kamu juga yang akan menuainya (busungin pipi) Dan Disini gue bangga jadi orang baik, ternyata kebaikan yang tulus bakalan dapet kebaikan yang tulus juga. (dan akhirnya kutangpun berguguran)

Tapi mendengar mereka siap mengantarkan, malah Onik yang terlihat tidak mau, Onik beralasan bahwa nanti akan merepotkan mereka, tapi demi menghargai niat baik mereka, Onik dengan cepat meminta nomor telpon mereka, dia beralibi, andai nyasar atau kurang jelas dengan petunjuk yang didapatkan dari mereka, dia bisa menelpon dan bisa bertanya  kembali. Disini gue ngeliat sedikit kejanggalan yang amat signifikan, apa maksudnya Onik? Terang terang mereka ingin membantu tapi malah nggak mau dibantu. Sampai akhirnya Onik menjelaskan, bahwa ini adalah salah satu Trick untuk mendapatkan nomor telpon mereka, lagi pula kita sebagai warga Negara yang baik, jangan terlalu berharap dengan kebaikan orang selama kita masih bisa berusaha, jadilah bijak dalam hidup dengan begitu orang juga akan menghargai kita, jangan terlalu keenakan, nanti kita sendiri bisa melupakan artinya bekerja keras dan berusaha, dan lagi pula kita udah terlanjur bilang kalo kita sedang mencari alamat Familiy, bukan alamat seorang cewek yang udah menggantung cinta lo, jadi nggak usah berharap lebih deh.
Dengan penjelasan bak orang bijak, akhirnya gue mengerti maksud dari perkataan sang maestro cinta, dan gue mengerti kalo kita udah dibantu orang, cukuplah dengan bantuan yang memang kita perlukan, sisanya kita masih harus tetap berusaha (mendadak bijak).

Dengan bekal petunjuk baru, gue meluncur kesana (alamatnya nggak usah gue sebutin ya? Yang penting ceritanya) dengan langkah yang mantap gue menelusuri jalan sambil menatap kanan dan kiri gue, berharap ada tulisan yang menunjukan kalo daerah yang gue cari sudah deket, dan benar saja, ternyata ada jalan yang tersebutkan dalam tulisan alamat ini, dengan perasaan yang senang, langkah kaki gue yang tadinya penuh dengan rasa lelah, kembali menjadi bersemangat, dan kini hanya tinggal mencari nomor rumah yang gue cari, dan berharap kalo rumah itu memang benar adanya rumah Debi (dan kutangpun kembali berguguran)
Sampai akhirnya disebuah simpang jalan, gue melihat sebuah nomor rumah yang terpampang melekat didepan gerbang, sejenak gue mengamati nomor itu dan membandingkan dengan nomor yang tertulis dikertas ini, kembali lagi melihat, dan kembali lagi melihat kertas, demikian terus menerus hingga beberapa saat, dan itu ternyata sama, benar benar sama dengan apa yang tertulis dilembaran kertas yang gue pegang, dan tanpa basa basi gue langsung memberitahukan Onik, dan Onik yang melihat itu langsung tersenyum pahit dan bilang “akhirnya ketemu juga” (dan kutang pun tertawa riang)
Dengan perasaan lega dan sedikit gugup, gue melangkahkan kaki diarah pintu gerbang itu, mendadak hati gue jadi sangat gelisah, dan seperti biasanya, otak gue dipadati dengan banyak pertanyaan “apa bener ini rumah Debi? Apa Debi ada dirumah? Apa Debi baik baik saja? Apa Debi langsung meluk gue ketika ngeliat gue? Ataukah Debi ngasih makan gue nanti?” semua timbul begitu aja dari otak gue, dan saat itu juga kutang pun kembali berguguran dengan indahnya.

Bell pintu pun dibunyikan, dengan perasaan gugup yang teramat sangat, akhirnya tanpa sengaja gue mengeluarkan sebuah kata hati, dan baunya amat sangat semerbak. Yup! Gue kentut sembarangan, dan Onik yang merasakan ada perbedaan pada aroma disana, langsung menutup hidung dengan seksama. Itulah gue, kalo dalam keadaan yang teramat gugup, biasanya perut gue mules, alhasil Cuma kentut yang bisa menetralisir segala kegugupan gue.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki menuju kearah pintu gerbang, dan sesaat kemudian orang itu terlihat sibuk membukakan pintu, dan tak lama kemudian dibukanya pintu gerbang tersebut dan ternyata orang yang membuka pintu gerbang itu adalah…
Om Dery yang kami lihat pertama kali dari balik pintu gerbang itu. dan waktu ngeliat Om Dery, gue seneng bukan main, ternyata alamat yang ada memang benar alamat Debi, nggak sia sia gue jauh jauh dateng dari Jakarta hanya untuk mencari keberadaan Debi, dan ternyata usaha gue membuahkan hasil.
Begitu melihat Om Deri, gue dan Onik langsung mencium tangannya, budaya orang timur yang sangat sopan ini, nggak boleh gue lupain, dan pesen Bokap Nyokap gue adalah, hormatilah orang yang lebih tua ketika kamu bertemu muka dengannya dan salah satunya janganlah kau lupa mencium tangannya. Dan sebagai anak yang penurut gue selalu inget apa kata orang tua gue (busungin perut).

Nah disini letak semua klimaksnya, begitu selesai ritual menghormati Orang Tua, tiba tiba Om Dery langsung berkata 
“Ngapain kalian disini? Lebih baik kalian pulang sekarang” dia mengucapkan kalimat itu dengan tampang yang agak sinis tetapi tenang (bayangin deh gimana tuh bentuk tampang Om Dery), dan sepertinya Om Dery nggak seneng dengan kedatangan kami disini. Mendengar ucapan om Dery, gue dan Onik kaget, sambutan macam apa ini? Belum apa apa gue udah disuruh pulang aja, apa dia nggak tau kalo Jakarta – Bandung  itu jauh, seenaknya aja dia nyuruh gue pulang, kalo gue emang harus pulang ya kasih ongkoslah jangan main nyuruh seenak udelnya aja. Tapi mendengar itu gue dan Onik cuma bisa saling bertatapan, mata kami memancarkan aura kebingungan, dan kepala kami kembali dipenuhi dengan pertanyaan. Dan dalam kebingungan, gue dan Onik Cuma bisa diem (dan angin pun bertiup sepoi sepoi)
“Kenapa kalian diem? Om tau, kalian mencari Debi kan? Debi ada didalem, tapi Debi berpesan kalo dia nggak mau ketemu siapa siapa, dan Om disuruh mengusir siapapun yang mau ketemu Debi, jadi mendingan kalian pulang aja!” Om dery kembali mengeluarkan kata kata yang semakin ngebuat gue tambah bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kedatangan kami disambut dengan ucapan seperti itu? Apa bener Debi meyuruh om Dery mengusir kami? Dan kenapa Debi sampe setega itu? Dan kalo begini, udah pasti gue nggak bakalan bisa numpang makan disini.
“Tapi Om….” Sebelum gue mengucapkan kata selanjutnya, tiba tiba Onik menarik tangan gue.
“kalo emang begitu, kami pamit pulang Om!” Onik izin pamit, dan menarik tangan gue untuk mengajak gue pergi dari situ, dan dengan perasaan bingung, gue dan Onik beranjak pergi dari tempat itu dengan masih dalam keadaan antara percaya nggak percaya dengan semuanya.

Kata kata Om Dery seakan menyembunyikan sesuatu, tapi entah apa gue pun nggak ngerti dengan semua ini, yang ada dipikiran gue Cuma, "ada apa ini? Apa bener Debi nggak mau nemuin gue? Dan apa yang ngebuat dia kayak gitu? Apa salah gue? Kenapa harus kayak gini? Apa nggak bisa nemuin gue walau Cuma semenit aja? Apa dia nggak tau kalo gue kesini demi dia? Kejam banget dia? Dan jujur gue laper!”

Onik yang melihat gue galau segalau galaunya, mencoba menenangkan gue, dan kegalauan yang terpancar dari wajah gue mirip sama mahasiswa yang udah sering kali ditolak judul Skripsinya, dan Onik yang melihat itu, dengan belaga jadi orang bijak Onik terus berbicara dengan kata kata yang memotivasi. Sebenernya gue dengerin apa kata Onik, tapi otak gue yang udah terlanjur dipenuhi dengan rasa nggak percaya dengan apa yang terjadi barusan, jadi nggak begitu mencerna apa kata Onik, yang ada dipikiran gue sekarang Cuma Debi, Ada apa? Kenapa? Mengapa? (dan kutangpun menari mengejek)

Sejenak langkah gue berhenti disebuah warung, rasa kecewa yang dioplos dengan rasa lelah menuntut gue untuk beristirahat sejenak, walau Onik terus terusan berisik memotivasi gue, tetep aja gue nggak bicara sedikitpun, dalam keadaan yang kacau ini, gue Cuma bisa diem, masih diem dan tetep diem (kemudian Hening dan sangat hening).
Tapi setelah gue berpikir dengan jernih, akhirnya segalanya berangsur angsur membaik, berbekal rasa kehilangan yang pernah gue alami, gue mencoba kuat dan meyakinkan diri gue bahwa ini belum seberapa, dibandingkan rasa kehilangan gue yang terdahulu, dan dari sini gue belajar Ikhlas. Dan kenangan tentang Ani lah, yang ngebuat gue berasa agak sedikit tenang. 

Tapi setelah perasaan gue agak sedikit tenang, tiba tiba seseorang menghampiri gue, entah siapa itu, yang jelas dia menyebutkan nama gue dengan fasihnya, dan setelah itu dia memberikan gue sepucuk surat beramplop biru, dan kemudian melangkah pergi setelah memberikan surat tersebut.
Perlahan gue buka amplop tersebut, dan Onik yang mempunyai rasa penasaran yang nggak kalah besar dengan gue, ikut menyaksikan pembukaan amplop tersebut. Setelah amplop dibuka, dan mulailah gue baca isi surat tersebut.

Dear Tyo
Maaf adalah kata yang paling pantes aku ucapin sekarang, karena aku udah nggak tau lagi kata apa yang bisa aku ucapin kekamu untuk saat ini. Tapi Walau begitu, aku sadar, kalo aku emang nggak pantes mendapatkan maaf dari kamu walau secuil pun. Tetapi biar bagaimanapun aku tetap harus ngejelasin kekamu kenapa aku bisa bertindak kayak gini, dan itu penting menurut aku.
Sebenernya aku mau ngomongin semua ini secara langsung, tapi aku bener-bener nggak sanggup ketemu kamu, jadi mungkin cuma cara ini yang terbaik buat aku menjelaskan semua.
Yo… Ngeliat kamu sampe sini udah bikin aku seneng banget, tapi rasa malu aku mengalahkan rasa seneng aku dan itu yang ngebuat aku nggak berani nemuin kamu.
Maafin aku.
Yo.. aku hamil…

JLEB!!! pas baca ini gue kaget sekaget kagetnya (eh kutang, eh bisul *latah*) Debi Hamil? Kenapa bisa? Padahal masih SMA, kok hamil? Apa apaan ini? Apa ini salah satu trick buat mutusin gue? Atau emang kejadiannya begini? Atau?? Ah! Damn, Dengan rasa percaya nggak percaya gue lanjutkan ngebaca surat dari Debi.

Awalnya aku nggak yakin, tapi hasil pemeriksaan dokter bilang aku positif hamil, karena alasan itu aku pelan pelan menjauh dari kamu. Dan berharap kamu akan menjauhi aku.
Yo… Pasti sekarang kamu bertanya tanya kenapa aku bisa begini, apakah ini hanya lelucon atau cuma akal akalan aku aja buat mutusin kamu, tapi sumpah yo, memang inilah yang sedang terjadi dengan aku.
Sebenernya aku mau cerita langsung kekamu, bertatap muka, dan menangis dipelukanmu, tapi aku ngerasa bener-bener nggak pantes lagi menampakan wajah aku didepan kamu.
Yo… kamu juga pasti bertanya tanya kenapa kau bisa sampe begini, tapi aku rasa bagian yang ini biar aku aja yang tau, dan aku harap kamu ngerti.
Yo… minggu depan aku nikah.
Aku minta kamu nggak usah hadir diacara pernikahan aku, aku mohon yo.
Aku terlalu malu dan bener bener nggak sanggup kalo harus ngeliat kamu, rasa bersalah ini udah bikin aku ngerasa jadi orang yang paling menjijikan.
Yo… sekali lagi Maafin aku ya? Walau pemberian maaf dari kamu terasa nggak pantes buat aku, tapi setidaknya cuma itu yang bisa aku ucapin kekamu.
Yo… aku udah nggak tau lagi harus berkata apa, jaga diri baik-baik ya dan Lupain aku, aku mohon, jangan pernah mengingat orang yang menjijikan ini. Dan Doa ku semoga kamu bisa ngedapetin wanita yang lebih baik dari aku.
Dari orang yang selalu menyayangi mu dan akan selalu menyayangi dan mengingat mu
(Debi )

Setelah ngebaca surat ini, gue bingung, apa yang harus gue lakukan pada saat ini? Pikiran gue kacau balau, otak gue serasa berhenti berpikir, dan dada gue serasa sesak kayak orang kena asma. Gue… ah bener bener gila dibuatnya. Ini bener bener kejadian? Atau cuma sebatas mimpi? Kalo emang ini bener adanya, kenapa Debi bisa melakukan ini? Dan Semakin gue pikirin, semakin gue nggak ngerti dengan semua ini. Dan semakin gue menduga, malah hati gue semakin nggak bisa nerima ini semua (dan gue pun galau seada-adanya)

Disisi lain Onik terlihat tenang, nggak ada ekspresi kaget pada raut wajahnya setelah ngebaca ini semua, dalam hati gue berpikir, apa jangan jangan sebenernya Onik tau akan semua ini. Tapi andai dia tau kenapa dia nggak bilang dari awal sama gue? Kenapa dia menyembunyiin ini semua dari gue? Apa yang Onik pikirkan selama ini? Dan kenapa Onik suka makan Jengkol?
Akhirnya rasa penasaran gue terjawab, melihat gue yang Cuma bisa terdiem dalam kegalauan, Onik langsung membuka omongan.

“Sorry Tem, sebenernya gue tau apa yang terjadi sama Debi. Tapi gue dilarang Debi buat ngejelasinnya”
“sebenernya dia mau nemuin lo, tapi ternyata dia emang terlalu malu buat nemuin lo, makanya dia nulis surat ini”
“gue tau, lo pasti terpukul dengan caranya dia ninggalin lo, tapi lo juga harus paham, dia begini karena bener bener nggak sanggup ketemu orang yang dia sayangin dengan tulus, ditambah lagi dia harus bercerita kalo dia udah mengkhianati cinta lo, dia bener bener nggak sanggup Tem, jadi gue harap lo ngerti dan rela” 

Demikian Onik ngejelasin sambil mencoba menenangkan gue dan berharap kalo gue akan bisa nerima ini semua. Dan pantes aja dalam perjalan dari stasiun ke BIP, Onik selalu berbicara tentang kemungkinan yang paling menyakitkan, tentang skenario terburuk dari cerita cinta gue, dan berharap gue agar lebih menyikapi secara dewasa. Tapi dalam keadaan sekarang, gue bener-bener nggak bisa mengerti tentang apa yang terjadi, dan semuanya terasa bagaikan mimpi, gue berharap seseorang membangunkan gue dari mimpi buruk ini, tapi… ternyata tetesan hujan yang tiba tiba jatuh dari langit, menyadarkan gue, kalo semua ini bukanlah mimpi. Langit seakan mengerti kesedihan gue, dan meneteskan airmatanya. Gue yang cuma bisa diem, masih tetep diem tanpa sepatah katapun. Hati gue sakit tanpa air mata, dan cinta gue seakan hancur berkeping keping, dan galaupun mulai bermekaran didalam sanubari gue.

3 comments:

  1. wkwkkwkwkwkwk jones abis,,, nggak bunuh diri aja tem?

    ReplyDelete
  2. hehehe
    ada2 aja si bos nih

    ReplyDelete
  3. Anonymous22 May, 2013

    It's in fact very complex in this full of activity life to listen news on TV, so I just use the web for that purpose, and obtain the newest information.

    My web blog: galaxy s4

    ReplyDelete

Memaki atau Memuji,, Bebas Anda Lakukan Disini.